2) Faktor Sosial ekonomi Cybercrime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.
1. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, dan lain-lain
2. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
2.8 Faktor penyebab munculnya cyber crime
Era kemajuan teknologi informasi ditandai dengan meningkatnya penggunaan internet dalam setiap aspek kehidupan manusia. Meningkatnya penggunaan internet di satu sisi memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya, di sisi lain memudahkan bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cyber crime adalah :
1. Faktor Politik.
Mencermati maraknya cyber crime yang terjadi di Indonesia dengan permasalahan yang dihadapi oleh aparat penegak, proses kriminalisasi di bidang cyber yang terjadi merugikan masyarakat. Penyebaran virus komputer dapat merusak jaringan komputer yang digunakan oleh pemerintah, perbankan, pelaku usaha maupun perorangan yang dapat berdampak terhadap kekacauan dalam sistem jaringan. Dapat dipastikan apabila sistem jaringan komputer perbankan tidak berfungsi dalam satu hari saja akan mengakibatkan kekacauan dalam transaksi perbankan. Kondisi ini memerlukan kebijakan politik pemerintah Indonesia untuk menanggulangi cyber crime yang berkembang di Indonesia. Aparat penegak hukum telah berupaya keras untuk menindak setiap pelaku cyber crime, tapi penegakkan hukum tidak dapt berjalan maksimal sesuai harapan masyarakat karena perangkat hukum yang mengatur khusus tentang cyber crime belum ada. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat tindakan pelaku cyber crime maka diperlukan kebijakan politik pemerintah Indonesia untuk menyiapkan perangkat hukum khusus (lex specialist) bagi cyber crime. Dengan perangkat hukum ini aparat penegak hukum tidak ragu-ragu lagi dalam melakukan penegakan hokum terhadap cyber crime.
2. Faktor Ekonomi.
Kemajuan ekonomi suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh promosi barang-barang produksi. Jaringan komputer dan internet merupakan media yang sangat murah untuk promosi. Masyarakat dunia banyak yang menggunakan media ini untuk mencari barang-barang kepentingan perorangan maupun korporasi. Produk barang yang dihasilkan oleh indutri di Indonesia sangat banyak dan digemari oleh komunitas Internasional. Para pelaku bisnis harus mampu memanfaatkan sarana internet dimaksud. Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia harus dijadikan pelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk bangkit dari krisis dimaksud. Seluruh komponen bangsa Indonesia harus berpartisipasi mendukung pemulihan ekonomi. Media internet dan jaringan komputer merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat untuk mempromosikan Indonesia.
3. Faktor Sosial Budaya.
Faktor sosial budaya dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
a) Kemajuan teknologi Informasi.
Dengan teknologi informasi manusia dapat melakukan akses perkembangan lingkungan secara akurat, karena di situlah terdapat kebebasan yang seimbang, bahkan dapat mengaktualisasikan dirinya agar dapat dikenali oleh lingkungannya.
b) Sumber Daya Manusia.
Sumber daya manusia dalam teknologi informasi mempunyai peranan penting sebagai pengendali sebuah alat. Teknologi dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran namun dapat juga untuk perbuatan yang mengakibatkan petaka akibat dari penyimpangan dan penyalahgunaan. Di Indonesia Sumber Daya Pengelola teknologi Informasi cukup, namun Sumber Daya untuk memproduksi masih kurang. Hal ini akibat kurangnya tenaga peneliti dan kurangnya biaya penelitian dan apresiasi terhadap penelitian. Sehingga Sumber Daya Manusia di Indonesia hanya menjadi pengguna saja dan jumlahnya cukup banyak.
Komunitas Baru. Dengan adanya teknologi sebagai sarana untuk mencapai tujuan, di antaranya media internet sebagai wahana untuk berkomunikasi, secara sosiologis terbentuk sebuah komunitas baru di dunia maya. Komunitas ini menjadim populasi gaya baru yang cukup diperhitungkan. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cepat.
2.9 Motif terjadinya Cyber Crime
Motif kejahatan didunia maya (cybercrime) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Motif Intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menujukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh seseorang secara individual .
2. Motif Ekonomi, politik dan kriminal yaitu, kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau olongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain, karena memiliki tujuan yang dapat berdampak besar. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi .
2.10 Pentingnya hukum dalam penanggulangan cyber crime
Karena Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan peraturan hukum yangberkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Pertumbuhan ekonomi di era informasi akan diwarnai oleh manfaat dalam penggunaannya, seperti dengan adanya e-commerce, e-government, Foreign Direct Investment (FDI), industri penyediaan informasi dan pengembangan UKM.
Permasalahan yang sering muncul adalah menjaring menjaring berbagai kejahatan komputer yang dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini belum lengkap.Optimalisasi peranan hukum dalam perkembangan teknologi membutuhkan kelengkapan perundang-undang yang berkualitas.
Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai cyber crimewalaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki.
Ada beberapa hukum positif yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cyber crime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap Pasal-Pasal yang
ada dalam KUHP. Pasal-Pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus Pasal-Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP padacyber crime antara lain:
a) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator diInternet untuk melakukan transaksi di ecommerce.Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
b) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
c) Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
d) Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e- mail kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e- mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
e) Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
f) Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negeri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
g) Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di internet, misalnya kasus Sukma Ayu.
h) Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
i) Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
2. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun.Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp 20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakansoftware di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.
3. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999: “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”.
Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a. Akses ke jaringan telekomunikasi
b. Akses ke jasa telekomunikasi
c. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU37, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
4. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
5. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah. Sesuai dengan
Pasal 2 Undang-undang No.15 Tahun 2002, tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak/wanita/anak/ senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, dan penipuan. Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius terhadap stabilitas sistem keuangan maupun perekonomian secara keseluruhan.
Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana multi-dimensi dan bersifat transnasional yang seringkali melibatkan jumlah uang yang cukup besar.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu.
6. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme,karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
7. Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan
bisa mengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Cybercrime dideteksi dari dua sudut pandang:
a. Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai Fasilitas:
Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan Lewat Email (Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian Account Internet, Terorisme, Isu Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb.
b. Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi Sebagai Sasaran: Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/Penyebaran Virus Komputer,
Pembobolan/PembajakanSitus, Cyberwar, Denial of Service (DOS),Kejahatan Berhubungan Dengan Nama Domain, dsb.
Cybercrime menjadi isu yang menarik dan kadang menyulitkan karena:
a. Kegiatan dunia cyber tidak dibatasi oleh teritorial negara
b. Kegiatan dunia cyber relatif tidak berwujud
c. Sulitnya pembuktian karena data elektronik relatif mudah untuk diubah,
disadap, dipalsukan dan dikirimkan ke seluruh belahan dunia dalam
hitungan detik
d. Pelanggaran hak cipta dimungkinkan secara teknologi
e. Sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan hukum konvensional.
Analogi masalahnya adalah mirip dengan kekagetan hukum konvensional dan aparat ketika awal mula terjadi pencurian listrik. Barang bukti yang dicuripun tidak memungkinkan dibawah ke ruang sidang. Demikian dengan apabila ada kejahatan dunia maya, pencurian bandwidth, dsb.Secara umum, dapat disimpulkan bahwa UU ITE boleh disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Muatan UU ITE kalau dirangkumkan adalah sebagai berikut:
a. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-
ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
b. Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam
KUHP
c. UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
d. Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
e. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-
37), yakni sebagai berikut:
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
5. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
6. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
7. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
8. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
9. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Kecuali intersepsi intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersep diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
11. Terhadap perbuatan yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
12. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
13. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
14. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain. Pasal 37 Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
2.7 cara penegakan dan penanggulangan hukum cyber crime
Penyidik Polri dalam proses penyidikan di Laboratorium Forensik Komputer melibatkan ahli digital forensik baik dari Polri sendiri maupun pakar digital forensik di luar Polri. Rubi Alamsyah, seorang pakar digital forensik Indonesia memaparkan mekanisme kerja dari seorang Digital Forensik antara lain:
1. Proses Acquiring dan Imaging
Setelah penyidik menerima barang bukti digital, maka harus dilakukan proses Acquiring dan Imagingyaitu mengkopi (mengkloning/menduplikat) secara tepat dan presisi 1:1. Dari hasil copy tersebutlah maka seorang ahli digital forensik dapat melakukan analisis karena analisis tidak boleh dilakukan dari barang bukti digital yang asli karena dikhawatirkan akan mengubah barang bukti.
2.Melakukan Analisis
Setelah melakukan proses Acquiring dan Imaging, maka dapat dilanjutkan untuk menganalisis isi data terutama yang sudah dihapus, disembunyikan, di-enkripsi, dan jejak log file yang ditinggalkan. Hasil dari analisis barang bukti digital tersebut yang akan dilimpahkan penyidik kepada Kejaksaan untuk selanjutnya dibawa ke pengadilan.
Dalam menentukan locus delicti atau tempat kejadian perkara suatu tindakan cyber crime, penulis tidak mengetahui secara pasti metode yang diterapkan oleh penyidik khususnya di Indonesia. Namun untuk Darrel Menthe dalam bukunya Jurisdiction in Cyberspace : A Theory of International Space, menerangkan teori yang berlaku di Amerika Serikat yaitu:
1. Theory of The Uploader and the DownloaderTeori ini menekankan bahwa dalam dunia cyberterdapat 2 (dua) hal utama yaitu uploader (pihak yang memberikan informasi ke dalam cyber space) dan downloader (pihak yang mengakses informasi
2. Theory of Law of the Server
Dalam pendekatan ini, penyidik memperlakukan server di mana halaman web secara fisik berlokasi tempat mereka dicatat atau disimpan sebagai data elektronik.
3. Theory of International Space
Menurut teori ini, cyber space dianggap sebagai suatu lingkungan hukum yang terpisah dengan hukum konvensional di mana setiap negara memiliki kedaulatan yang sama.
Sedangkan dalam laman http://www.batan.go.id/sjk/uu-ite dijelaskan bahwa dalam menentukan tempus delicti atau waktu kejadian perkara suatu tindakan cyber crime, maka penyidik dapat mengacu pada log file, yaitu sebuah file yang berisi daftar tindakan dan kejadian (aktivitas) yang telah terjadi di dalam suatu sistem komputer.
Upaya untuk menanggulangi cyber crime merebak di internet adalah
1)Mengamankan sistem
a) Keamanan komputer identik dengan suatu tindakan baik pencegahan maupun pendeteksian terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak mendapatkan izin oleh pemakai atau sistem pemakai.
b) Satu hal yang patut dicatat adalah semakin tingginya kesadaran dan tingkat kebutuhan orang terhadap sistem keamanan komputer
c) Tujuan yang paling nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena oleh pemakai yang tidak diinginkan
d) Marjam Ongko Saputro dalam sebuah jurnal ilmiah tentang proteksi sistem operasi menyampaikan bahwa sebuah sistem komputer mengandung banyak obyek yang perlu diproteksi.Banyaknya obyek yang harus diproteksi tersebut menyebabkan diperlukan integrasi langkah-langkah dalam membangun keamanan sebuah sistem
2)Penanggulangan secara global
a) Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
b) Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai dengan standar internasional
c) Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
d) Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
e) Meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional, maupum multilateral,dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian-perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
3) Perlunya cyberlaw
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan peraturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut.Pertumbuhan ekonomi di era informasi akan diwarnai oleh manfaat dalam penggunaannya, seperti dengan adanya e-commerce, e-government, Foreign DirectInvestment (FDI), industri penyediaan informasi dan pengembangan UKM.
Permasalahan yang sering muncul adalah menjaring menjaring berbagai kejahatan komputer yang dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini belum lengkap.Optimalisasi peranan hukum dalam perkembangan teknologi membutuhkan kelengkapan perundang-undang yang berkualitas
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime
4) Perlunya dukungan lembaga khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan internet.Contoh nya di Amerika Serikat terdapat National Infrastructure Protection Center (NIPC) sebagai institusi yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)
2.10 Kasus cyber crime yang terjadi di Indonesia
A. kasus judi online pada tahun 2007
Tim Cybercrime Mabes
Polri pada tahun 2007 menyingkap praktik judi online di Semarang, Jawa Tengah
dan Lamongan, Jawa Timur. Omzet perjudian di dua tempat ini sebulannya mencapai
miliaran rupiah. Judi online di Semarang tersebut beroperasi lewat situs
www.sc30.net. Sedangkan di Lamongan menggunakan alamat situs
www.sbobet.com.
Untuk kasus judi
online di Semarang, pada praktiknya mereka menggunakan sistem member yang semua
anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan
024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk
mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang
ditayangkan di televisi. Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan
memasang uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. "Mereka
pakai sistem pur dan kei, ada bola jalan, ada bola hidup, ada bola setengah
jalan. Mereka mempertaruhkannya seperti itu.
Perputaran uang di
situs judi www.sc30.net berkisar Rp 10 miliar per bulan.
Dari
penggerebekan di Semarang ini, polisi menyita uang senilai Rp 876 ribu,
beberapa rekening di bank swasta, serta beberapa ATM, peralatan komputer, TV,
printer dan hard disk. Sedangkan di Desa Babat, Lamongan yang digulung 28
Januari lalu, modus yang digunakan serupa. Perputaran uang di situs ini sekitar
Rp 15 miliar sebulan dengan anggota sekitar 100 orang yang berada di sekitar
Jatim. Setiap taruhan mereka harus menyiapkan uang Rp 100 ribu sampai Rp 20
juta. "Mereka hanya menerima orang yang mereka kenal untuk admin agar
lebih aman," kata Bambang. Perjudian di dua situs itu dimulai sejak 2003
lalu.
B. Kasus Dua WNI bobol Perusahaan asing milik
Belanda pada tahun 2008
JAKARTA, RABU - Polisi berhasil menggulung pelaku
kriminal melalui jaringan Internet dengan cara carding. Dua warga negara
Indonesia (WNI) yang tinggal di Jakarta ditangkap karena telah membobol sebuah
perusahaan Belanda yang beroperasi di Amerika Serikat melalui jaringan
internet.
"Pembobolan melalui transaksi online
menggunakan kartu kredit fiktif itu telah merugikan Tim Tamsim hingga 41.927
dolar AS atau sekitar Rp400 juta," demikian pernyataan Polda Metro Jaya,
Rabu (11/6). Kepala Satuan Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda
Metro Jaya, AKBP Tommy Watuliu, mengatakan, kedua pembobol itu kini telah
ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Kedua tersangka itu adalah Rizky Martin alias
Steve Rass dan Donny alias Michael Texantoy sedangkan perusahaan yang dibobol
adalah Tim Tamsim Invex Corp. Mereka ditangkap di sebuah warnet yang berlokasi
di Jl Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan saat berusaha membobol perusahaan
asing yang sama.
Dalam pemeriksaan, sejak Januari 20008, kedua
tersangka mengaku sudah beberapa kali membobol sejumlah perusahaan yang
melayani belanja online di AS dan Eropa. Penangkapan kedua tersangka itu
dilakukan setelah Polda Metro Jaya menerima laporan dari kepolisian AS. Polisi
negara Paman Sam itu menyatakan bahwa ada WNI yang membobol perusahaan di AS.
"Saat transaksi belanja, kedua tersangka
menggunakan kartu kredit palsu," katanya. Data kartu kredit palsu itu juga
diperoleh dengan cara membobol jaringan internet. Untuk mencari toko yang
melayani belanja via online, kedua tersangka menggunakan fasilitas laman
pencari www.google.com.
Aksi kedua tersangka itu berakhir setelah
perusahaan Tim Tamsim Invex Corp yang berlokasi di 287 East 6th, 160 Saint Paul
Minesotta AS melapor ke kepolisian setempat karena ada pembelian dua helm merek
Suomy, 21 stang jepit untuk motor, kamera digital merk Nikon D300 senilai total
41.927 USD melalui website www.convertibars.com dengan menggunakan
kartu kredit fiktif.
Ketika perusahaan itu hendak menagih pembayaran
ke perusahaan penyelenggara kartu kredit yang dipakai kedua tersangka, ternyata
kartu kreditnya palsu. Karena barang-barang yang dijual telah dikirim ke
Indonesia menggunakan jasa paket DHL maka polisi di AS bekerja sama dengan
Polda Metro Jaya untuk mengungkap kasus ini. Di tempat tinggal kedua tersangka
di Lenteng Agung, polisi menemukan sebagian barang-barang yang belum sempat
dijual
C. Kasus
prita mulyasari pada tahun 2008
Pencemaran nama baik
atau penghinaan yang dilakukan dengan sengaja oleh Prita Mulyasari lewat media
elektronik maupun dokumen elektronik secara langsung melanggar Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
Berdasarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik”. Permasalahan yang ada pada kasus Prita Mulyasari yaitu adalah isi dari
surat ektronik (e-mail) yang dikirimkan oleh Prita Mulyasari yang berisi
“curhatan” setelah ia menjadi pasien dari rumah sakit tersebut. Namun pihak
rumah sakit menganggap hal tersebut sebagai pencemaran nama baik karena
kontennya yang menyudutkan pihak RS. Omni Internasional dan konten tersebut
disebarluaskan kepada beberapa kerabatnya, oleh karena itulah pihak rumah sakit
membawa kasus tersebut ke ranah hukum.Pada awalnya Prita mulyasari dijerat
dengan 3 (tiga) tuntutan alternatif oleh jaksa penuntut umum yaitu pasal 45
ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, pasal 310 ayat
(2) dan pasal 311 ayat (1). Sebagaimana diketahui, 3 (tiga) pasal tersebut
dirancang untuk menjerat bagi pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik
dan penghinaan. Tetapi dinyatakan Prita Mulyasari bersalah atas pasal 27 ayat
(3). Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.
Pada putusan hakim
tersebut, Prita dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai
Pasal 27 ayat (3) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 yaitu
melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.
akhirnya pihak prita
mengajukan PK, dimana Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari
memenangkan PK dan divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Dan apabila
terbukti bersalah, sebenanya bu prita dapat terjerat Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Namun karena kurangnya bukti akhirnya bu prita divonis bebas, dan
kemungkinan email bu prita di spoofing sehingga email beliau bisa terumbar ke
lain pihak.
D. Kasus
penyerangan jaringan KPU di tahun 2009
KPU menggandeng kepolisian
untuk mengatasi penyerangan jaringan tersebut. “Cybercrime kepolisian
juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU dengan kepolisian”, kata
Ketua Tim Teknologi Informasi KPU, Husni Fahmi.
Menurut Husni, tim
kepolisian pun sudah mendatangi Pusat Tabulasi Nasional KPU di Hotel Brobudur
Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut adanya dugaan kriminal dalam kasus
kejahatan dunia maya dengan cara meretas. Sebelumnya, Husni menyebut sejak tiga
hari dibuka, Pusat Tabulasi berkali-kali diserang oleh peretas.” Sejak
hari lalu dimulainya perhitungan tabulasi, sampai hari ini kalau
dihitung-hitung, sudah lebih dari 20 serangan”,
Seluruh penyerang itu
sekarang, kata Husni, sudah diblokir alamat IP-nya oleh PT. Telkom. Tim TI KPU
bisa mengatasi serangan karena belajar dari pengalaman 2004 lalu.
“Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan halaman tabulasi nasional hasil
pemungutan suara milik KPU. Tetapi segera kami antisipasi.” kata Husni, yaitu
web resmi KPU kpu.go.id sabtu 15 maret pukul 20:15 diganggu orang tak
bertangungjwab. Bagian situs kpu.go.id yang diganggu heacker adalah halaman
berita,dengan menambah berita dengan kalimat “I Love You Renny Yahna
Octaviana.Renny How Are You There?”. Bukan hanya itu, penganggu juga
mengacak-acak isi berita kpu.go.id. pengurus situs web kpu.go.id untuk
sementara menutup kpu.g.id/ sehingga tidak dapat diakses oleh public yang ingin
mengetahui berita –berita tentang KPU khususnya mengenai persiapan pemilu
2009.
Awal april 2009 tahapan
awal pelaksanaan pemilu 2009 yaitu pemutakhiran data pemilih dan pendaftaran
parpol peserta pemilu mulai dilaksanakan. Minggu(12/4)Kasus di
atas memiliki modus untuk mengacaukan proses pemilihan suara di KPK. Motif
kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan.
Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja untuk melakukan pengacauan
pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil dari Pemilu. Kejahatan kasus
cybercrime ini dapat termasuk jenis data forgery, hacking-cracking, sabotage
and extortion, atau cyber terorism. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah
cybercrime menyerang pemerintah (against government) atau bisa juga cybercrime
menyerang hak milik (against property).
E. Kasus
penyebaran video pornografi ariel “peterpan” pada tahun 2010
video tersebut
di unggah di internet Sejak Juni 2010. Kasus ini benar - benar meledak hingga
menjadi trending topic di twitter . Dikarenakan kasus ini benar-benar
membahayakan keselamatan negara (generasi muda) maka hakim dengan berani
mengambil terobosan keputusan. Hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan berdasarkan
hukum pidana (tertulis) dan hukum tidak tertulis (norma-sosial).
Terdakwa Ariel
Peterpan dengan sengaja menyebarkan video porno yang dibuatnya sendiri dengan
menunjukkan kepada rekan-rekannya. Terdakwa Ariel Peterpan memberi peluang pada
Reza (Redjoy) editor musiknya untuk menyalin isi hardisk file video porno.
Selanjutnya Redjoy memberikan video porno Ariel Peterpan pada Anggit. Sehingga
dapat disimpulkan ada kesengajaan penyebaran video porno yang dibuatnya
sendiri.
Terdakwa Ariel Peterpan tidak mengakui bahwa video porno itu diperankan oleh
dirinya. Terdakwa Ariel Peterpan mengakui kalau hardisk yang disalin oleh
Redjoy adalah miliknya. Ada kesengajaan dari Terdakwa Ariel Peterpan
mendistribusikan video porno yang direkamnya sendiri dengan menunjukkan pada
Redjoy.
Hukuman untuk Terdakwa
Ariel Peterpan adalah 3.5 tahun penjara plus denda 250 juta rupiah. Pengadilan
banding hingga Mahkamah Agung tetap pada pendiriannya 3.5 tahun plus denda 250
juta.Cyber pornography barangkali dapat diartikan sebagai penyebaran muatan
pornografi melalui internet. Penyebarluasan muatan pornografi melalui internet
tidak diatur secara khusus dalam KUHP. Dalam KUHP juga tidak dikenal
istilah/kejahatan pornografi. Namun, ada pasal KUHP yang bisa dikenakan untuk perbuatan
ini, yaitu pasal 282 KUHP mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
F. Kasus Penyebaran foto palsu korban Sukhoi pada tahun
2012
JAKARTA - Mabes Polri akan melakukan penyelidikan
terhadap akun twitter YS, orang yang diduga menyebarkan gambar palsu korban
jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100.
Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar
mengatakan kasus penyebaran gambar palsu tersebut merugikan masyarakat dan
keluarga korban.
"Upload gambar menyesatkan itu beredar di dunia
maya, kita akan lakukan penyelidikan dan monitoring langsung di dunia
maya," kata Boy di RS Sukanto Polri, Jakarta, Minggu (13/5/2012).
Namun, hingga kini perwira menengah itu belum mengetahui
motif yang dilakukan pelaku mengunggah foto palsu tersebut.
Diketahui, pakar telematika Roy Suryo memastikan
foto-foto yang beredar di dunia maya terkait korban tewas Sukhoi Superjet 100
adalah palsu.
"Itu mengambil dari website Brasil pada tahun 2010
dengan kecelakaan Airblue di Pakistan," kata Roy Suryo di RS Sukanto
Polri, Jakarta, Minggu (13/5/2012).
Roy mengatakan dalam website tersebut memang berisi
korban kecelakaan darat, laut dan udara. Peristiwa yang fotonya beredar di
dunia maya itu terjadi pada tahun 2010. Ia pun mengatakan foto itu pertama kali
diunggah oleh seseorang berinisial YS melalui akun jejaring sosial twitter.
"Bila cyber crime siap memberikan pelajaran kepada
orang ini maka dokumennya sudah saya simpan," imbuhnya.
Namun, Roy mengatakan akun twitter tersebut sudah ditutup
oleh pengguna sendiri pada tanggal 12 Mei 2012. "Teknologi Informasi (TI)
tidak digunakan untuk menyebarkan kabar bohong dan harus ada konsekuensi dari
UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)," tuturnya.
F. Kasus
penipuan penjualan online di tahun 2012
Seorang warga negara
Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika
Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar
Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika serikat "FBI
menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika
yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari
Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli
Amar, di Mabes Polri.
Boy mengatakan seorang
warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik
melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi
lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri,
khususnya Amerika," kata Boy.
Dalam kasus ini, kata
Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia
memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang.
Kemudian, kata Boy,
MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan dalan
website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan
transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana
menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia.
Setelah MWR
mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang
dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan
klaim pembawaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan
pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR
atau Haryo Brahmastyo.
"Jadi korban JJ
merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy. Dari hasil
penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP
orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone,
KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu
bank atas nama MWRSD.
Atas perbuatannya,
tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 juga Pasal 28 Undang-Undang
nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Selain itu, polri juga
menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal
tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.
G. Kasus Defacing situs
Presiden SBY tahun 2013
Jakarta - Serangan terhadap domain pribadi Presiden SBY
oleh seorang hacker muda yang ditangkap dengan tuduhan melakukan defacing
(penggantian halaman muka situs) terhadap domain www.presidensby.info sejatinya bisa
dibilang cuma sebuah aksi tanpa perencanaan yang hanya bertujuan ‘mencari
eksistensi jati diri’ di dunia cyber.
Hal ini terlihat dari pengakuan pelaku yang diberitakan
oleh berbagai media. Akan tetapi di sisi lain, kasus ini membuka mata banyak
pihak untuk melihat lebih lanjut tentang keberadaan situs yang diduga dengan
mudah di-deface oleh sang pelaku.
Sisi pandang yang perlu dicermati dari kasus ini adalah,
apakah situs www.presidensby.info
tersebut adalah situs resmi dan bisa dikategorikan sebagai situs pemerintah
yang sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri.
Ini bisa dilihat dalam Peraturan Menteri Kominfo No.
28/PER/M.KOMINFO/9/2006 tentang Penggunaan Nama Domain go.id untuk Situs Web
Resmi Pemerintahan Pusat dan Daerah ada BAB II Pasal 2 dan 3 yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 2
Nama domain go.id untuk situs web resmi lembaga
pemerintahan pusat dan daerah hanya dapat didaftarkan dan atau dimiliki oleh
lembaga pemerintahan pusat dan daerah.
Pasal 3
l
Nama domain go.id hanya digunakan untuk situs web
resmi lembaga pemerintahan pusat dan daerah.
l
Lembaga pemerintahan pusat dan daerah yang
menggunakan nama domain go.id sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pemilik nama domain go.id yang bersangkutan.
Dari kedua pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa hanya
domain go.id yang diakui sebagai web resmi pemerintahan, yang dalam hal ini
dapat ditafsirkan bahwa Kepresidenan termasuk dalam kategori Pemerintahan pusat
kecuali ada pendapat lain yang bisa membuktikan hal ini berbeda, maka perlu
dikaji lebih dalam lagi akan hal tersebut.
Kembali pada kasus aksi deface yang dilakukan oleh pemuda
berinisial 'W' asal jember ini yang dalam dugaan saya memanfaatkan celah pada
pengelolaan domain yang dimiliki oleh www.presidensby.info, yang informasinya
bisa diambil dari berbagai situs whois domain di internet dan didapati bahwa
domain tersebut dikelola oleh pihak ketiga di luar dari pengelola situs
tersebut.
Bahasa teknis DNS Poisoning yang biasa digunakan dalam
tehnik ini, sejatinya sudah bukan barang baru. Tetapi kembali lagi bahwa celah
keamanan pada sistem ini di-handle oleh pihak pengelola domain yang 'disewa'
oleh pembuat situs.
Pihak Kepolisian yang cepat dalam bergerak juga di sisi
lain wajib mendapat penghargaan dengan segala SDM yang sudah mampu melakukan
tracking dengan cepat.
Tetapi tetap perlu dikritisi untuk lebih jeli melihat
karakter dunia cyber yang tentunya mempunyai karakter khusus. Karena mereka
pastinya tidak bisa menyatakan arogansi dalam kasus ini karena implikasinya
akan membangkitkan keusilan lain yang dapat berakibat fatal bagi berbagai pihak
yang dirugikan.
Jika melihat pernyataan dari berbagai pihak baik dari
konsultan IT hingga para pakar yang mengatakan bahwa situs tersebut tidak
di-deface ataupun di-hack, tentunya para pihak yang berwajib harus bisa secara
jelas membuktikan bahwa memang situs tersebut memang mempunyai log atau bukti
yang jelas, bahwa niat pelaku memang ingin melakukan hacking terhadap situs tersebut
atau sekedar aksi 'force brute' untuk sistem di third party sebagaimana
disebutkan di atas.
Di sisi lain, para politikus di DPR dan pemerintah juga
harus konsisten menjalankan aturan yang telah dibuat tanpa pengecualian
terutama dalam penggunaan domain secara resmi. Dan tentu, Kementerian terkait
seperti Kominfo harus lebih aware terhadap hal ini dan tidak sekedar menjadi
'pemadam kebakaran' semata.
H. Kasus
penjualan bayi Artis di Instagram di tahun 2015
Dalam kurun
waktu satu setengah bulan, pihak kepolisian Polda Metro Jaya berhasil mengusut
laporan tindak kriminal yang dilayangkan artis Ayu Ting-Ting dan Ruben Onsu terkait
penjualan bayi di akun Instagram yang melibatkan putra putri mereka.Dari
laporan tersebut, mulai Juni lalu pihak kepolisian segera melakukan proses
penyelidikan untuk mencari pelaku yang menjual bayi di akun Instagram. Setelah
melalui proses panjang, mulai dari pengumpulan bukti pada akhirnya kepolisian
mengungkap dan menangkap pelaku yang diketahui berjenis kelamin wanita dengan
inisial UW dan masih berusia 19 tahun.
Yang
dilaporkan ada tiga anak artis yang dijual di akun Instagram tersebut. Dalam
kurun waktu satu setengah bulan kami berhasil menangkap pelaku yang kemudian
diketahui masih belia yakni berumur 19 tahun dan pelaku adalah lulusan SMK,”
ujar Kombes Pol Mujiyono selaku Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro
Jaya saat ditemui Syaiful Bahri dari Bintang.com, Jumat (11/9/2015).
Kombes Pol
Mujiyono menegaskan, pada dasarnya pelaku sudah diketahui lebih awal oleh
penyidik. Namun menurutnya masih ada bukti-bukti yang harus dilengkapi untuk
bisa menangkap pelaku yang dikonfirmasi ditangkap di Batu Ampar, Jakarta Timur
beberapa hari lalu.
tersangka
berinisial UW (19) pun diperkenalkan dihadapan awak media menggunakan kaos
lengan panjang berwarna pink dengan penutup wajah berwarna hitam. Lebih lanjut,
Kombes Pol Mujiyono menjelaskan bahwa pelaku ditangkap di daerah Batu Ampar,
Jakarta Timur. Hal ini merujuk pada data yang ditemukan dalam akun instagram
milik pelaku yang memposting tulisan lengkap dengan kalimat “jual bayi murah
langsung saja ke panti asuhan yang terdapat di jalan Duri Bulan Batu Ampar 3
no.64D tepatnya di sebelah TK Karunia”.
Untuk tindak
kriminal yang dilakukan, tersangka terancam hukuman di atas lima tahun penjara
dengan pasal yang disangkakan pasal pasal 45 ayat (1) U RI Nomor 11 Tahun 2008
tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dengan ancaman pidana 6 tahun
penjara dan denda Rp 1 Miliar serta pasal 115 UU RI Nomor 28 Tahun 2014 dengan
ancaman denda Rp 500 juta. Sementara motif penjual anak Ayu
Ting-Ting dan Ruben
Onsu adalah penipuan untuk mencari uang di mana tersangka menjual bayi di
akun Instagram dengan harga kisaran 5 juta hingga 1 miliar.
I. Kasus
Videotron di Jakarta Selatan Tahun 2016
JAKARTA - Analis komputer berinisial SAR (24)
diciduk Subdit Cyber Crime, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya
lantaran mengunggah video porno di layar papan iklan di Jalan Prapanca, Jakarta
Selatan. Insiden yang terjadi di videotron, di dekat Kantor Walikota Jaksel itu
bermula saat SAR melintas di jalan tersebut. Selanjutnya, dia melihat username
dan password yang tertera di videotron itu dan memotretnya dengan kamera
ponsel. Setibanya di kantor, pelaku mencoba untuk login.
"Di kantornya kemudian dia buka di komputer,
dimasukkan-lah username tersebut, sehingga terhubung untuk mengendalikan
videotron di jalan tersebut," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad
Iriawan di kantornya, Jakarta, Selasa (4/10/2016). Setelah terkoneksi, SR lalu
membuka konten porno melalui komputernya. Alhasil, gambar tayangan bokep muncul
di lokasi dan menghebohkan warga. Mantan Kadiv Propam Polri itu pun mengaku
heran dengan keterangan pelaku. Terlebih lagi, username dan password bisa
tercantum di layar videotron. Sementara, saat telefon gengam milik pelaku
diperiksa oleh digital forensik, tidak ada tulisan username dan password dari
foto yang sudah dia ambil. "Menurut keterangan yang bersangkutan bahwa dia
memfoto videotron tersebut di handphonenya. Tapi setelah dibuka ternyata
videotron tersebut enggak ada username. Itu keterangan sementara
tersangka," imbuhya. Akibat ulahnya itu, SR dijerat dengan Pasal 282 KUHP
tentang Tindak Pidana Asusila lantaran mempertontonkan video porno dan Pasal 27
ayat 1 UU ITE tentang Mempetontonkan Film yamg Menggambarkan Kesusilaan. Pelaku
terancam hukuman penjara tujuh tahun atau denda Rp15 miliar. Dari tangan SR,
polisi mengamankan satu unit handphone dan laptop merk Asus. (sym)